BAB I
PENDAHULUAN
Profil sekolah
Nama Sekolah : SMA Negeri 97 Jakarta
Alamat : Jalan Brigif No. 2 Ciganjur
Jakarta Selatan DKI Jakarta
Kepala Sekolah : Dra. Nuzul Inayah, MM.
Mata Pelajaran : Teknologi Informasi Dan Komunikasi
Guru Mata Pelajaran : Adi Supriadi, S.Pd
A.
Latar
Belakang Masalah
Mata
pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi pada jenjang SMA/MA mencakup Mengaktifkan dan menghidupkan komputer
sesuai dengan prosedur, Menggunakan beberapa perangkat lunak, Mendeskripsikan
fungsi, proses kerja komputer, dan telekomunikasi serta berbagai peralatan
teknologi informasi dan komunikasi, Menjelaskan fungsi dan cara kerja jaringan
komunikasi (wireline, wireless, modem, dan satelit), Menerapakan aturan yang
berkaitan dengan etika dan moral terhadap perangkat keras dan perangkat lunak
teknologi informasi dan komunikasi, dan Menghargai pentingnya Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) dalam teknologi informasi dan komunikas.
Salah satu standar
kompetensi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di tingkat SMA/MA adalah
mampu Melakukan operasi dasar
komputer dengan menggunakan seperangkat komputer dan buku pegangan siswa (1) penerbit Erlangga Karya Sadima, S.Pd.
Standar kompetensi tersebut berperan sebagai tujuan yang harus dicapai oleh siswa
kelas X SMA/MA pada semester 2 SMA Negeri 97 Jakarta. Dalam proses
belajar mengajar, upaya mencapai tujuan tersebut melibatkan
komponen- komponen pembelajaran, yaitu isi/materi, metode, media dan evaluasi. Masing-masing komponen
tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi
satu sama lain.
Pendekatan dan Model pembelajaran
sebagai salah satu komponen pembelajaran memiliki peranan dalam upaya pencapain tujuan
pembelajaran. Penggunaan pendekatan pembelajaran dapat membantu guru mencapai standar kompetensi yang
telah ditetapkan dan dengan penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat akan membuat proses belajar mengajar
menjadi lebih menyenangkan dan
siswa cenderung aktif.
Materi tentang operasi dasar komputer adalah materi yang besifat
aplikatif, dan pencapaian kompetensi siswa lebih banyak bersifat
keterampilan, dalam proses pembelajaran materi operasi dasar komputer harus menggunakan pendekatan pembelajaran yang mampu
menunjang proses pembelajaran yang efektif dan membuat siswa tidak hanya mengerti teori saja tetapi bisa
mempraktekan bahkan menggunakannnya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan pembelajaran kontekstual
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran teknologi informasi dan
komunikasi, penggunaan pendekatan kontekstual diharapkan dapat membantu dalam
proses pencapaian kompetensi siswa yang bersifat keterampilan mengoprasikan beberapa
perangkat lunak
beberapa program aplikasi, dalam pendekatan pembelajaran
kontekstual tidak hanya mencakup aspek kognitif saja tetapi mencakup seluruh aspek hasil belajar yaitu, kognitif,
afektif dan psikomotor dan membuat pembelajaran lebih bermakna dengan menghubungkan materi
pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Pendekatan pembelajaran kontekstual
merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan kehidupan nyata yang
dialami siswa dan mendorong siswa untuk dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti dikatakan Nurhadi (Rusman , 2008:170)
tentang pembelajaran kontekstual.
Pendekatan kontekstual (contekstual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan
antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Dalam pembelajaran kontekstual ada
delapan komponen pokok yang membangun pendekatan pembelajaran tersebut yang meliputi : making meaningful connections,
doing significan work, self-regulated learning, collaborating, critical
and creative thinking, nurturing the individual,reaching high standar, using
authentic assessment. Johnson B. Eline
(Rusman, 2008 : 174). Komponen-komponen tersebut dapat menunjang pembelajaran khususnya
pembelajaran TIK pada pokok bahasan operasi dasar komputer yang bersifat aplikatif dan
sangat berhubungan erat dengan kegiatan
sehari-hari yang dilakukan siswa, dengan pembelajaran kontekstual
siswa akan lebih mudah
memahami materi yang diberikan oleh guru dan dapat mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Penggunaan pendekatan pembelajaran
kontekstual untuk pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi sangat tepat
karena sesuai dengan
karakteristik pembelajaran TIK yang tercantum dalam panduan pengembangan silabus
Teknologi Informasi dan Komunikasi yaitu :
a.
Teknologi Informasi dan
Komunikasi merupakan keterampilan menggunakan komputer meliputi perangkat keras dan perangkat lunak. Namun
demikian Teknologi Informasi dan Komunikasi tidak sekedar terampil,
tetapi lebih memerlukan kemampuan intelektual.
b.
Materi Teknologi Informasi
dan Komunikasi berupa tema-tema esensial, aktual serta global yang berkembang dalam kemajuan teknologi pada masa kini,
sehingga mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan
pelajaran yang dapat mewarnai perkembangan perilaku dalam kehidupan.
c.
Tema-tema esensial dalam
Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan perpaduan dari cabang-cabang Ilmu Komputer, Matematik, Teknik
Elektro, Teknik Elektronika, Telekomunikasi, Sibernetika dan Informatika
itu sendiri. Tema-tema esensial tersebut berkaitan dengan kebutuhan
pokok akan informasi sebagai ciri abad 21 seperti pengolah kata,spreadsheet,
presentasi, basis data, Internet dan e- mail. Tema-tema esensial
tersebut terkait dengan aspek kehidupan sehari-hari.
d.
Materi Teknologi Informasi
dan Komunikasi dikembangkan dengan pendekatan interdisipliner dan multidimensional. Dikatakan interdisipliner
karena melibatkan berbagai disiplin ilmu, dan dikatakan multidimensional
karena mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pengamatan Peneliti selama melaksanakan observasi di SMA
Negeri 97 Jakarta masih banyak guru
yang menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional, penyampaian
materi hanya dengan ceramah dan partisipasi siswa dalam pembelajaran
sangat kurang sehingga siswa cenderung pasif, begitu juga dalam
pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi guru hanya menggunakan
pendekatan pembelajaran konvensional dan siswa kurang aktif dalam
proses pembelajaran sehingga materi yang disampaikan kurang bisa dipahami
oleh siswa. Tidak adanya kesempatan siswa untuk membangun dan mengembangkan
pengetahuannya karena penggunaan pendekatan pembelajaran yang kurang inovatif menjadikan siswa kurang paham
terhadap hasil
belajar yang harus mereka capai dan materi yang mereka pelajari.
Seringnya menggunakan metode ceramah,
berarti tipe hasil belajar
kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan ranah psikomotor
dan afektif.
Sedangkan ranah psikomotor dan afektif juga memiliki nilai yang sangat
berarti bagi kehidupan siswa. Oleh karena itu, diharapkan dari suatu kegiatan
belajar mengajar mendapatkan hasil belajar yang mencakup ranah kognitif,afektif,dan
psikomotor.
Penggunaan pendekatan pembelajaran
kontekstual dalam Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi diharapkan dapat Meningkatkan hasil
belajar siswa aspek psikomotor karena dalam pendekatan pembelajaran kontekstual
terdapat komponen-komponen yang sesuai dengan karakteristik Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan komunikasi. Pengalaman belajar yang
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
memudahkan siswa dalam mengaplikasikan keterampilan komputer yang telah mereka pelajari.
Sehingga aspek psikomotor yang diharapkan muncul dari siswa akan benar-benar mereka terapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Beberapa penelitian yang relevan tentang
keefektifan penggunaan pembelajaran kontekstual dengan mengacu kepada hasil-hasil yang
telah teruji secara empirik
diantaranya, Permasih (2005) dalam tesisnya : Pembelajaran
Kontekstual di Sekolah Dasar (Studi Kaji
Tindak Penerapan Pembelajaran Kontekstual Topik Pengangkutan dan Komunikasi
dalam Bidang Studi Ilmu
Pengetahuan Sosial pada Siswa Kelas V SDPN UPI ). Mengatakan
bahwa terdapat
pengaruh penggunaan model pembelajaran
kontekstual terhadap kualitas pembelajaran IPS. Pipin Pitriah (2003) dalam skripsinya : Upaya peningkatan kualitas pembelajaran Sains Biologi
dalam KBK melalui Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual (Contekstual Teaching and Learning ). (Penelitian
Tindakan Kelas pada Siswa Kelas 1 SLTP Negeri 21 Bandung ). Mengatakan bahwa Adanya peningkatan kualitas belajar Sains 7 biologi dalam KBK
dengan menggunakan Pendekatan Pembelajaran
Kontekstual. Irfan (2010) dalam skripsinya :
Pengaruh model pembelajaran berbasis masalah kontekstual terhadap peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi. Mengatakan bahwa
model pembelajaran berbasis masalah kontekstual efektif digunakan
pada mata pelajaran TIK di
SMA.
Penelitian tentang pendekatan
pembelajaran kontekstual sudah banyak
dilakukan seperti uraian diatas, dari beberapa penelitian
pendekatan pembelajaran kontekstual yang pernah dilakukan sebagian besar
peneliti hanya membahas
implementasi pembelajaran kontekstual dari mulai
perencanaan sampai tahap pelaksanaan dan sedikit membahas tentang pengaruh pendekatan
pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar yang meliputi tiga ranah,
kognitf ,afektif dan psikomotor. Pembahasan tentang pengaruh pendekatan
pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar siswa sebagian besar hanya
terbatas pada aspek kognitif saja, sedangkan aspek afektif dan psikomotor
belum dibahas secara lebih fokus. Bertolak dari pembahasan tersebut dan rekomendasi dari peneliti terdahulu
tentang perlunya diadakan
penelitian pendekatan pembelajaran kontekstual lebih fokus lagi dan dalam
mata pelajaran yang lain maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut
tentang pendekatan pembelajaran kontekstual
Berdasarkan semua pernyataan diatas,
maka
model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan
Komunikasi termasuk dalam suatu inovasi metode pembelaran yang perlu
dikembangkan dan didifusikan kepada para guru sehingga proses pembelajaran
tidak monoton dan menjenuhkan karena didominasi dengan metode ceramah.
B.
Rumusan
masalah
Berdasarkan dari uraian latar
belakang di atas maka permasalahan yang kami kaji adalah apakah model
pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
kelas X semester 2 SMA Negeri Jakarta termasuk inovasi metode pembelajaran yang
dapat didifusikan ?
C.
Tujuan
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui apakah inovasi model pembelajaran kontekstual pada
mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi kelas X semester 2 SMA Negeri
Jakarta dapat didifusikan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan
kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya,
2005). Pembelajaran kompetensi merupakan suatu sistem atau pendekatan
pembelajaran yang bersifat holistik (menyeluruh), terdiri dari berbagai
komponen yang saling terkait, apabila dilaksanakan masing-masing memberikan
dampak sesuai dengan peranannya (Sukmadinata, 2004).
Paparan pengertian pembelajaran
kontektual di atas dapat diperjelas sebagai berikut: Pertama, pembelajaran
kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,
artinya proses belajar beroeantasikan pada prose pengalam secara langsung.
Proses belajar dalam konteks pembelajaran kontekstual tidak mengharapkan agar
siswa hanya menerima pelajaran akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri
materi pelajaran.
Kedua, pembelajaran kontekstual
mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari
dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata di
masyarakat. Hal ini akan memperkuat dugaan bahwa materi yang telah dipelajari akan tetap tertanam erat
dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan
Ketiga, pembelajaran kompetensi
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya pembelajaran
kompetensi tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai
perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran di sini bukan ditumpuk
di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam
mengarungi bahtera kehidupan nyata
Berdasarkan pengertian pembelajaran
kontekstual, terdapat lima karakteristik penting dalam menggunakan proses
pembelajaran kontekstual yaitu:
1.
Dalam CTL pembelajaran
merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan
dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah
dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan
diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh
yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2.
Pembelajaran kontekstual
adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang
diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara
mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
3.
Pemahaman pengetahuan,
artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan
diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang
pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru
pengetahuan itu dikembangkan.
4.
Memperaktekkan pengetahuan
dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan
perilaku siswa.
5.
Melakukan refleksi terhadap
strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk
proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
B. Pendekatan dan
Prinsip Pembelajaran Konstektual
1. Pendekatan pembelajaran kontekstual
Banyak pendekatan yang kita kenal dan
digunakan dalam pembelajaran dan tiap-tiap pendekatan memiliki karakteristik
tersendiri. Karakteristik ini berhubungan dengan apa yang menjadi fokus dan
mendapat tekanan dalam pembelajaran. Ada pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa, kemampuan
berfikir, aktivitas, pengalaman siswa, berfokus pada guru, berfokus pada
masalah (personal, lingkungan, sosial), berfokus pada teknologi seperti sistem
instruksional, media dan sumber belajar.
Berkenaan dengan aspek kehidupan dan
lingkungan, maka pendekatan pembelajaran ada keterlibatan pada siswa, makna,
aktivitas, pengalaman dan kemandirian, serta konteks kehidupan dan lingkungan.
Pembelajaran dengan fokus-fokus tersebut
secara konprehensif tercantum dalam pembelajaran kontekstual.
Siswa dalam pembelajaran kontekstual
dipandang sebagai individu yang berkembang. Anak bukanlah orang dewasa kecil,
melainkan organisme yang sedang berada pada tahap-tahap perkembangan. Kemampuan
belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka.
Dengan demikian peran guru tidak lagi sebagai instruktur atau penguasa yang
memaksakan kehendak, melainkan sebagai pembimbing siswa agar mereka dapat
belajar sesuai dengan kemampuannya.
Setiap anak memiliki kecenderungan untuk
belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba
hal-hal yang bersifat aneh dan baru. Oleh karena itu, belajar bagi mereka
mencoba memecahkan persoalan yang menantang. Guru berperan sebagai pemilih
bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh anak. Guru
membantu agar setiap siswa mampu mengaitkan antara pengalaman baru dengan
sebelumnya, memfasilitasi atau mempermudah agar siswa mampu melakukan proses
asimilasi dan akomodasi.
Dengan demikian, pendekatan pembelajaran
CTL menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. CTL
memandang bahwa belajar bukanlah kegiatan menghafal, mengingat fakta-fakta,
mendemonstrasikan latihan secara berulangulang akan tetapi proses berpengalaman
dalam kehidupan nyata. Dalam pembelajaran CTL, belajar di alam terbuka
merupakan tempat untuk memperoleh informasi sehingga menguji data hasil
temuannya dari lapangan tadi baru dikaji di kelas. Sebagai materi pelajaran
siswa menemukan sendiri, bukan hasil pemberian apalagi dialas oleh guru.
2. Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual
Elaine B. Jhonson (2002), mengklaim
bahwa dalam pembelajaran kontektual, minimal ada tiga prinsip utama yang sering
digunakan, yaitu: saling ketergantungan (interdepence), diferensiasi
(differetiation), dan pengorganisasian (self organization).
Pertama, prinsip saling ketergantungan
(interdependence), menurut hasil kajian para ilmuwan segala yang ada di dunia
ini adalah saling berhubungan dan tergantung. Segala yang ada baik manusia
maupun mahluk hidup lainnya selalu saling berhubungan satu sama lainnnya
membentuk pola dan jaring sistem hubungan yang kokoh dan teratur.
Begitu pula dalam pendidikan dan
pembelajaran, sekolah merupakan suatu sistem kehidupan, yang terkait dalam
kehidupan di rumah, di tempat bekerja, di masyarakat. Dalam kehidupan di
sekolah siswa saling berhubungan dan tergantung dengan guru, kepala sekolah,
tata usaha, orang tua siswa, dan nara sumber yang ada di sekitarnya. Dalam
proses pembelajaran siswa, berhubungan dengan bahan ajar, sumber belajar,
media, sarana prasarana belajar, iklim sekolah dan lingkungan. Saling berhubungan ini bukan hanya sebatas
pada memberikan dukungan, kemudahan, akan tetapi juga memberi makna tersendiri,
sebab makna ada jika ada hubungan yang berarti. Pembelajaran kontekstual
merupakan pembelajaran yang
menekankan hubungan antara bahan pelajaran dengan bahan lainnya,
antara teori dengan praktek, antara bahan yang bersifat konsep dengan penerapan
dalam kehidupan nyata.
Kedua, prinsip diferensiasi
(differentiation) yang menunjukkan kepada sifat alam
yang secara terus menerus menimbulkan perbedaan, keseragaman,
keunikan. Alam tidak
pernah mengulang dirinya tetapi keberadaannya selalu berbeda.
Prinsip diferensiasi menunjukan kreativitas yang luiar biasa dari alam semesta.
Jika dari pandangan agama, kreativitas luar biasa tersebut bukan alam
semestanya tetapi penciptaNya. Diferensiasi bukan hanya menunjukkan perubahan
dan kemajuan tanpa batas, akan tetapi juga kesatuan-kesatuan yang berbeda
tersebut berhubungan, saling tergantung dalam keterpaduan yang bersifat
simbiosis atau saling menguntungkan.
Apabila para pendidik memiliki keyakinan yang sama dengan para ilmuwan
modern bahwa prinsip diferensiasi yang dinamis ini bukan hanya berlaku dan
berpengaruh pada alam semesta, tetapi juga pada sistem pendidikan. Para
pendidik juga dituntut untuk mendidik, mengajar, melatih, membimbing sejalan
dengan prinsip diferensiasi dan harmoni alam semesta ini. Proses pendidikan dan
pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan menekankan kreativitas, keunikan,
variasi dan kolaborasi. Konsep-konsep tersebut bisa dilaksanakan dalam
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual berpusat pada siswa,
menekankan aktivitas dan kreativitas siswa. Siswa berkolaborasi dengan teman-temannya untuk melakukan
pengamatan, menghimpun dan mencatat fakta dan informasi, menemukan
prinsip-prinsip dan pemecahan masalah.
Prinsip pengorganisasian diri (self
organization), setiap individu atau kesatuan dalam alam semesta mempunyai
potensi yang melekat, yaitu kesadaran sebagai kesatuan utuh yang berbeda dari
yang lain. Tiap hal memiliki organisasi diri, keteraturan diri, kesadaran diri,
pemeliharaan diri sendiri, suatu energi atau kekuatan hidup, yang memungkinkan
mempertahankan dirinya secara khas, berbeda dengan yang lainnya.
Prinsip organisasi diri, menuntut para
pendidik dan para pengajar di sekolah agar mendorong tiap siswanya untuk
memahami dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin.
Pembelajaran kontekstual diarahkan untuk membantu para siswa mecapai keunggulan
akademik, penguasaan keterampilan standar, pengembangan sikap dan moral sesuai
dengan harapan masyarakat.
C. Asas-Asas dalam
Pembelajaran Kontekstual
Asas-asas sering juga disebut
komponen-komponen pembelajaran kontekstual
melandasi pelaksanaan proses pembelajaran kontekstual yang memiliki tujuh
asas meliputi: 1) Kontruktivisme, 2)
Inkuiri, 3) Bertanya, 4) Masyarakat belajar, 5) Pemodelan, 6) Refleksi, dan 7) Penilaian nyata.
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Jean Piaget (Sanjaya,2005) menganggap bahwa pengetahuan itu
terbentuk bukan hanya dari objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan
individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Kontruktivisme memandang bahwa pengetahuan itu berasal dari luar akan tetapi
dikontruksi dari dalam diri seseorang. Karena itu pengetahuan terbentuk oleh
objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterprestasi
objek tersebut. Lebih jauh Piaget menyatakan hakikat pengetahuan adalah: 1)
pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia nyata, akan tetapi merupakan
kontruksi kenyataan melalui kegiatan subjek, 2) Subjek membentuk skema
kognitif, kategori, konsep, dan struktur
yang perlu untuk pengetahuan, 3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi
seseorang, struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku
dalam behadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
2. Inkuiri
Asas Inkuiri merupakan proses
pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir
secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat,
akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Tindakan guru bukanlah untuk
mempersiapkan anak untuk menghafalkan sejumlah materi akan tetapi merancang
pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri materi yang harus
dipahaminya. Belajar merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi
secara mekanis, akan tetapi perkembangan diarahkan pada intelektual, mental
emosional, dan kemampuan individu yang utuh.
Dalam model inkuiri dapat dilakukan
melalui beberapa langkah sistimatis, yaitu: 1) Merumuskan masalah, 2)
Mengajukan hipotesis, 3) Mengumpulkan data, 4) Menguji hipotesis berdasarkan
data yang dikumpulkan, dan 5) Membuat kesimpulan. Penerapan model inkuiri ini
dapat dilakukan dalam proses pembelajaran kontekstual, dimulai atas kesadaran
siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa
didorong untuk menemukan masalah. Apabila masalah ini telah dipahami dengan
jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan jawaban sementara (hipotesis).
Hipotesis itulah akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam
mengumpulkan data. Bila data terkumpul maka dituntut untuk menguji hipotesis
sebagai dasar untuk merumuskan
kesimpulan. Asas menemukan itulah merupakan asas penting dalam pembelajaran konstektual.
3. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya
dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari
keinginantahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan
kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran kontekstual, guru
tidak banyak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi berusaha memancing
agar siswa menemukan sndiri. Oleh karena itu, melalui pertanyaan guru dapat
membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang
dipelajarinya.
Kegiatan bertanya akan sangat berguna
untuk: 1) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi
pelajaran, 2) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, 3) Merangsang
keinginantahuan siswa terhadap sesuatu, 4) Memfokuskan
siswa pada sesuatu yang diinginkan dan 5) Membimbing siswa untuk
menemukan atau menyimpulkan sendiri.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar dalam
pembelajaran kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui
kerjasama dengan orang lain (team work). Kerjasama itu
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar
yang dibentuk secara formal maupun dalam lingkungan secara alamiah. Hasil
belajar dapat diperoleh secara sharingdengan orang lain, antar teman, antar
kelompok berbagi pengalaman pada orang lain. Inilah hakikat dari masyarakat
belajar, masyarakat yang saling membagi.
Dalam kelas pembelajaran kontekstual,
penerapan asas masyarakat belajar dapat
dilakukan melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam beberapa
kelompok yang anggotanya bersifat hetrogen, baik dilihat kemampuannya maupun
kecepatan belajar, minat dan bakatnya. Dalam kelompok mereka saling
membelajarkan, jika perlu guru dapat mendatangkan seseorang yang memiliki
keahlian khusus untuk membelajarkan siswa tersebut, misalkan dokter yang
berbicara tentang kesehatan dll.
5. Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud asas modeling adalah
proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat
ditiru oleh setiap siswa. Guru biologi
memberikan contoh bagaimana cara mengoprasikan termometer, begitupun
guru olahraga memberikan contoh model bagaimana cara bermain sepak bola,
bagaimana guru kesenian memainkan alat musik. Proses modeling tidak terbatas
dari guru saja, tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang memiliki
kemampuan, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Di sini modeling
merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui
modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang
mengundang terjadinya verbalisme.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah
dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau
peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi,
pengalaman belajar itu akan dimasukan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya
akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui
proses refleksi siswa akan memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuknya
atau menambah khazanah pengetahuannya.
Dalam proses pembelajaran kontekstual,
setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah di pelajarinya. Biarkan
secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga siswa tersebut
dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
7.
Penilaian Nyata (Authentik
Assessment)
Penilaian nyata adalah proses yang
dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi
tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini
diperlukan untuk mengetahui apakah siswa belajar atau tidak, apakah pengalaman
belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik
intelektual maupun mental siswa.
Penilaian yang autentik dilakukan secara
terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus
menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung
dan meliputi seluruh aspek domain penilaian. Oleh sebab itu,
tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
D.
Teknologi
Informasi dan komunikasi
TIK (Teknologi
Informasi dan Komunikasi) atau yang lebih dikenal dalam dunia global sebagai Information and Communcation Technologies (ICT),
adalah istilah majemuk yang terdiri dari dua aspek, yaitu, teknologi informasi
dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi adalah segala hal yang berkaitan
dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan
informasi. Sedangkan teknologi komunikasi, adalah sesuatu yang berkaitan dengan
penggunaan alat Bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang
satu ke yang lainnya. Jadi, dengan definisi tersebut, dapat dipahami oleh semua
orang bahwa TIK tidak terbatas pada pemanfaatan computer dan internet saja,
tetapi apapun yang berkaitan dengan proses, manipulasi, pengelolaan dan mengkomunikasikan
sesuatu dari perangkat yang satu ke yang lainnya juga disebut TIK. Produk TIK
sangan banyak jenisnya, bisa berbentuk internet, radio, televisi, video, conference class, e-learning, e-book, edu
software / games, alat peraga, dll.
E.
Konsep
Dasar Teknologi Inormasi dan
Komunikasi
Teknologi Informasi
adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses,
mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk
menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang re levan, akurat
dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan
pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan
keputusan.
Teknologi informasi dan
komunikasi dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat
dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga akhirnya akan
meningkatkan produktivitas.
Dalam materi pembekalan Dasar Teknologi
Informasi dan Komunikasi ada 3 (tiga)
konsep yang harus dipahami dengan benar sehingga dalam prakteknya tidak terjadi
kekeliruan. Ketiga konsep tersebut adalah sebagai berikut:
1. Konsep Teknologi
Dalam konsep teknologi
ini ada 3 bentuk yang bisa dipahami, yaitu :
a.
Teknologi sebagai Ide, yaitu teknologi
yang ada dalam pikiran dalam bentuk ide-ide ketika memikirkan, merasakan akan
melakukan sesuatu.
b.
Teknologi sebagai Proses Rancang Bangun,
yaitu teknologi yang terlihat ketika kita melakukan atau mengerjakan sesuatu
proses yang dipikirkan sebelumnya.
c.
Teknologi sebagai Produk Rancang Bangun,
yaitu teknologi sebagai hasil dari proses pengerjaan sesuatu, bisanya dalam
bentuk alat, benda-benda tertentu, prosedur-prosedur terntentu, atau biasanya
dikelompokan menjadi perangkat keras dan perangkat lunak.
2. Konsep Informasi.
Informasi adalah
sekumpulan atau serangkaian data yang telah mengalami pengolahan dan memiliki
arti serta siap untuk dipakai, misalnya untuk pengambilan keputusan atau untuk
menjelaskan sesuatu kepada orang lain.
3. Konsep Komunikasi
Komunikasi adalah
proses penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan, baik yang
dilakukan oleh satu orang, atau antara satu seseorang dengan orang lain dengan
menggunakan media atau tanpa menggunakan media.
Jadi, dapat disimpulkan
bahwa Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah suatu teknologi yang digunakan
untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan,
memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang
berkualitas, yaitu informasi yang re levan, akurat dan tepat waktu, yang
digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan
informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan.
Teknologi informasi dan
komunikasi dapat meningkatkan kinerja dan memungkinkan berbagai kegiatan dapat
dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga akhirnya akan
meningkatkan produktivitas di segala bidang kegiatan.
BAB III
HASIL PENELITIAN
A.
Penjabaran
Berdasarkan Karakteristik
Inovasi
1. Keunggulan relatif (relative
advantage) :
Derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih
baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa
segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain.
Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat
inovasi tersebut dapat diadopsi.
Model
pembelajaran kontekstual dalam mata pelajaran TIK kelas X semester 1 memberikan
suatu keuntungan dan manfaat karena model pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam konteks ini siswa perlu
mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana
mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari
berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan
sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya
nanti dan siswa akan berusaha untuk menerapkannya.
2. Kesesuaian (compatibility)
:
Derajat dimana
inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman
masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide
baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi
itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang
sesuai (compatible).
Adopter juga
mempertimbangakan pembelajaran kontekstual berdasarkan kompatibilitasnya pada
nilai-nilai, pengalaman, dan kebutuhannya. Bagi siswa, belajar dengan
mengaitkan pengalamannya akan mempermudah proses ketercapaian informasi dan
membuatnya mudah memahami pelajaran. Jika siswa telah mendapatkan pengalaman
sebelumnya akan membuatnya mudah untuk mengadopsi apa yang diberikan oleh guru.
Selain itu, mata pelajaran
TIK merupakan salah satu mata pelajaran wajib sekarang ini. Melihat kebutuhan
dan perkembangan zaman terhadap computer, memberikan suatu pandangan kepada para
siswa bahawa mempelajari TIK adalah suatu kebutuhan.
3. Kerumitan (complexity)
:
Derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang
sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan
mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang
sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin
cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Model
pembelajaran kontekstual ini mempunyai beberapa kerumitan dan menerapkannya,
diantaranya : Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran
Kontekstual berlangsung, Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat
menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif,
Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru tidak lagi berperan sebagai pusat
informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa,
dan Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar
dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri
untuk belajar.
4. Kemampuan diujicobakan (triability)
:
Derajat dimana suatu inovasi dapat diuji coba batas
tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya
umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi,
suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan)
keunggulannya.
Dalam prakteknya model pembelajaran kontekstual
memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi siswa dalam menerepakan hasil
belajaranya dalam kehidupan sehari-sehari sehingga model pembelajaran
kontekstual ini dianggap sebagai referensi dalam mengembangkan kemampuan siswa
yang menerapkan hasil belajarnya di kehidupan sehari-hari. Oleh Karena itu
model pembelajaran kontekstual mudah didifusikannya.
5. Kemampuan diamati (observability)
:
Derajat dimana
hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang
melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau
sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin
besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji
cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin
cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
Adopter akan mengamati apakah dengan mengikuti
pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran TIK akan meningkatkan hasil
belajar siswa atau tidak. Jika iya, maka
metode ini dianggap suatu inovasi yang dapat segera diterima oleh
masyrakat dengan cepat.
B.
Penjabaran
Berdasarkan Proses Difusi Inovasi
1.
Inovasi
itu sendiri
Everett M. Rogers (1983), Mendefisisikan bahwa
inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan
diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk
diadopsi. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur
secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya.
Inovasi yang diberikan dalam hal ini
adalah model pembelajaran kontekstual dimana konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubun gan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari.
2.
Saluran
komunikasi
Saluran komunikasi, adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan
inovasi dari sumber kepada penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk
memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas,
maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien. adalah media
massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima
secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
Dalam penyebaran inovasi
model pembelajaran kontekstual saluran komunikasi yang digunakan adalah secara interpersonal karena dapat mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal.
Artinya seorang agen perubahan akan mendatangkan langsung kepada calon
adopternya (guru), menawarkan langsung sebuah inovasi secara interpersonal
dengan cara mendemonstrasikan inovasi yang mau ditawarkan dengan penuh
keyakinan dan percaya diri dengan maksud calon adopter tertarik sehingga akan
mengadopsinya.
3.
Waktu
Waktu, yakni proses keputusan inovasi dari mulai seseorang
mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya. Pengukuhan terhadap
keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu
terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan
seseorang (relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi), dan (c)
kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
Jika dilihat dari lingkungan sekolah, antusiasme guru
dalam mengajar dan keaktifan siswanya maka proses pendifusian inovasi tentang
model pembelajaran kontekstual akan membutuhkan waktu yang relatif singkat.
Sehingga inovasi tersebut dapat diadopsi dengan baik oleh adopter
4.
Sistem
sosial
Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara
fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai
tujuan bersama. Beberapa hal yang dikelompokan sebagai
bagian atau unit dalam sistem sosial kemasyarakatan antara lain meliputi :
individu anggota masyarakat, tokoh masyarakat, pemimpin formal, kiai, kelompok tertentu
dalam masyarakat. Kesemuanya secara nyata, baik langsungg ataupun tak langsung
mempengaruhi dalam proses difusi invasi yang dilakukan
Sistem sosial
disini yang paling berpengaruh dalam proses pendifusian inovasi model
pembelajaran kontekstual adalah sang kepala sekolah. Mengapa? Itu karena kepala
sekolah adalah pemegang kendali dari sekolah tersebut dan keputusan sebagian
besar ada ditangannya. Sehingga jika kepala sekolah tersebut memberikan izin
kepada guru-guru secara bebas , karena sesungguhnya guru lah yang lebih tahu
kondisi kelas dan anak murid bagaiman maka inovasi tersebut dapat dengan lancar
proses pendifusiannya
C.
Penjabaran Berdasarkan Proses
Pengambilan Keputussan Inovasi
1.
Tahap
pengetahuan
Pada
tahapan ini suatu individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan
mencari informasi tentang inovasi tersebut. Selama
tahap ini individu akan menetapkan “apa
inovasi itu ? bagaimana dan mengapa ia bekerja ?. Menurut Rogers (1983), pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis
pengetahuan (knowledge)
a. Awareness-knowledge merupakan pengetahuan
akan keberadaan suatu inovasi.
Pengetahuan jenis ini akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak
tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya
b. How-to-knowledge, yaitu
pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan
jenis ini sangat penting dalam proses
keputusan inovasi
c. Principles-knowledge, yaitu
pengetahuan tentang prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu
inovasi dapat bekerja. Suatu inovasi dapat
diterapkan tanpa pengetahuan ini, akan tetapi penyalahgunaan suatu inovasi akan mengakibatkan berhentinya inovasi
tersebut.
Pada tahap ini suatu inovasi (model pembelajaran
kontekstual) adopter akan mencari informasi tentang apa itu model pembelajaran
kontekstual dan bagaimana cara kerjanya dengan mencarinya dari berbagai sumber
sehingga adopter menjadi jelas tentang inovasi yang ingin diketahuinya.
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
Kontekstual, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain/skenario
pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam
pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen Kontekstual tersebut
dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. Langkah
pertama, mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.
b. Langkah
kedua, melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang
diajarkan.
c. Langkah
ketiga, mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan memunculkan
pertanyaan-pertanyaan.
d. Langkah
keempat, menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok,
berdiskusi, tanya jawab, dan sebagainya.
e. Langkah
kelima, menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,
model bahkan media yang sebenarnya.
f. Langkah
keenam, membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
g. Langkah
ketujuh, melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa
2.
Tahap
persuasi
Tahap
persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif terhadap
inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah
individu tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Suatu individu akan membentuk
sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi, maka tahap ini berlangsung setelah knowledge
stage dalam proses keputusan inovasi. Rogers menyatakan bahwa knowledge stage lebih bersifat kognitif (tentang pengetahuan), sedangkan persuasion
stage bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena itu pada
tahap ini individu akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada
fungsi-fungsi inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi pendapat dan
kepercayaan individu terhadap inovasi.
Pada tahap ini seorang
individu atau kelompok akan mengambil sikap terhadap suatu inovasi, inovasi
disini adalah model pembelajaran kontekstual. Sikap tersebut adalah apakah
menyukainya atau tidak, akan tetapi dalam tahap ini belum sampai pengambilan
keputusan. Artinya seorang agent of change akan memberikan pemahaman lebih
mengenai konsep model pembelajran kontekstual sehingga adopter dapat
menyikapinya dengan senang atau tidak terhadap inovasi tersebut, tetapi belum
sampai mengambil sebuah keputusan.
3.
Tahap
keputusan
Pada
tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak suatu
inovasi. Menurut Rogers adoption (menerima) berarti bahwa inovasi
tersebut akan digunakan secara penuh, sedangkan menolak berarti “not to
adopt an innovation”. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial,
umpamanya pada keadaan suatu individu, maka inovasi ini akan lebih cepat
diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu
inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima
inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi pada
setiap proses keputusan inovasi ini. Rogers menyatakan ada dua jenis penolakan,
yaitu Active rejection dan passive rejection.
Active rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir
akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak inovasi
tersebut. passive rejection
individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi inovasi.
Artinya dalam tahap ini seorang adopter (guru) akan
mengambil sebuah keputusan, apakah akan menggunakan inovasi tersebut (model
pembelajaran kontekstual) atau tidak. Jika sebelumnya guru tersebut pernah
menggunakan atau mencoba sebelum maka kemungkinan besar guru tersebut akan
mengadopsi inovasi tersebut karena sebelumnya sudah tahu keuntungan dan
kelemahannya bagaimana, cocok atau tidaknya diterpakan di sekolahnya.
4.
Tahap
implementasi
Pada
tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan
tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat
ketidakpastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidakpastian dari hasil-hasil
inovasi ini masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Maka si pengguna akan
memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat
ketidakpastian dari akibatnya. Apalagi bahwa proses keputusan inovasi ini akan
berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang
mengadopsi inovasi itu adalah suatu organisasi, karena dalam sebuah inovasi
jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih
banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda.
Pada tahap ini si guru akan menerapkan model
pembelajaran kontekstual dalam mata pelajaran Teknologi Inforamasi dan
Komunikasi. Akan tetapi karena ini adalah sebuah inovasi yang baru dalam metode
pembelajaran maka akan timbul suatu ketidakpastian dari seorang guru. Ia masih
merasakan adanya kekurangan atau kesulitan dalam menerapka inovasi tersebut.
Maka dari itu seorang agent perubahan disini berperan untuk meyakinkan adopter
agar rasa ketidakpastian tersebut berkurang. Itu bisa dengan cara
mendemonstrasikannya cara memakai inovasi yang benar itu bagaimana.
5. Tahap konfirmasi
Ketika keputusan inovasi sudah dibuat, maka si pengguna akan
mencari dukungan atas keputusannya ini. Menurut Rogers keputusan ini dapat
menjadi terbalik apabila si pengguna ini menyatakan ketidaksetujuan atas pesan-pesan
tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan
diri dari hal-hal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung
yang memperkuat keputusan itu. Jadi dalam tahap ini, sikap menjadi hal yang
lebih krusial.
Dalam tahap
terakhir ini adopter (guru) akan mencari sebuah dukungan atau penguat untuk
meyakinkan bahwa inovasi yang diadopsinya memang sudah tepat. Akan tetapi dalam
tahap ini bisa menjadi sebuah penolakan terhadap inovasi jika dalam pencarian
dukungan atau penguatnya berbanding terbalik dengan apa yang sudah diterapkan.
Pencarian informasi tersebut bisa dengan cara menganalis kelebihan dan
kekurangan dari model pembelajaran kontekstual dengan seksama.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang kami lakukan di SMA
Negeri Jakarta tentang inovasi model pembelajaran pada mata pelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi siswa kelas X semester 2 dapat ditarik kesimpulan
bahwa penggunaan model pembelajaran kontekstual sangat bagus untuk didifusikan
ke mata pelajaran lain karena pembelajarannya
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
B.
Saran
1.
Bagi siswa
Siswa
diharapkan dapat mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metode
pembelajaran kontekstual dan dapat benar-benar memahamidan menggunakan
pengetahuan yang telah dimiliki dalam kehidupan
sehari-hari dengan hakekat dasar dari pembelajaran kontekstual yaitu adanya
hubungan-hubungan materi pelajaran dengan dunia nyata siswa.
2.
Bagi guru
Guru
diharapkan dapat menggunakan pendekatan pembelajaran
kontekstual ini sebagai salah satu alternatif
pendekatan pembelajaran yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa ranah psikomotor pada mata pelajaran TIK yang menuntut adanya keterampilan penggunaan
komputer.
DAFTAR PUSTAKA
Everett M. Rogers. (1983). Diffusion of
Innovation. New York: The Free Press A Division of Macmillan Publishing Co.
Inc
Roger M & Shoemaker F. Floyd. (1971). Communication
of Innovation. New York: The Free Press A Division of Macmillan Publishing
Co. Inc.
Yulaelawati,
Ella. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofis Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Pakar Raya Pustaka.
0 komentar:
Posting Komentar